Diduga Ada Pamrih dan KKN, KPK Bisa Dalami Hutang Anies Lunas Karena Menang Pilkada
Atas hal tersebut, maka menjadi penting bagi KPK untuk juga dapat segera bersikap atas masalah ini. Slogan KPK, “BERANI JUJUR HEBAT,” bisa dijadikan dasar untuk meminta penjelasan tentang masalah ini dari Eks Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan.
Oleh : Sugiyanto
Aktivis Jakarta
Beberapa hari lalu, (15/02/23), Saya membuat tulisan dengan judul, “Menilik Dugaan Pidana Hutang Pilkada Anies Baswedan dan Menanti Respon KPU-Bawaslu.”
Sekarang Saya coba menilik dari sisi dugaan Pamrih dan Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN). Harapannya yaitu, agar publik paham dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga dapat segera bersikap.
Mari kita mulai dari keterangan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yaitu, “Hutang Lunas Karena Menang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017 di DKI Jakarta.”
Untuk mengurai masalah ini, penting juga merujuk pada surat hutang Anies Baswedan yang beredar di Media Sosial (Medsos). Jumlah hutang Anies tersebut diketahui senilai Rp 92 miliar.
Jumlah hutang dengan nilai Rp 92 miliar sangat lah besar. Sepertinya sangat tak masuk akal bila ada orang yang membuat klausul perjanjian seperti ini tampa ada pamrih.
Oleh karena itu, maka patut diduga kuat ada pamrih atau ada maksud dan tujuan tertentu dari pihak yang meminjamkan hutang Pilkada kepada Anies Baswedan dengan syarat “Hutang Lunas Bila Menang Pilkada.”
Kemudian, pertanyaannya adalah, ada duggan pamrih apa? Atau apa maksud dan tujuan tertentu dari meminjamkan hutang Pilkada itu?
Dari pertanyaan tersebut di atas, maka boleh jadi akan muncul jawaban pamrih negatif dimasyarakat. Jawaban itu seperti, duggan ada maksud yang tersembunyi dalam memenuhi keinginan untuk memperoleh keuntungan pribadi.
Dugaan keuntungan pribadi itu bisa didapat dari dugaan memanfaatkan jabatan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta. Sehingga duggan keuntungan pribadi ini diduga dapat dinikmati baik oleh pemberi pinjaman atau pun bagi penerima pinjaman.
Lalu akan juga muncul pertanyaan lain, bagaimana keuntungan pribadi tersebut bisa terwujud?
Untuk pertanyaan tersebut, bisa saja muncul jawaban negatif lain dimasyarakat. Jawaban itu seperti, pemberi pinjaman hutang Pilkada diduga bisa bebas mendapat berbagai keistimewaan (Privilege).
Dugaan privilege itu bisa berupa akses atau keuntungan yang tidak diterima atau dimiliki oleh orang lain, seperti dugaan bisa bertemu kapan saja dan dugaan mendapatkan berbagai proyek-proyek atau pekerjaan dan lainnya di Pemprov DKI Jakarta
Untuk bisa membuktikan duggan KKN tersebut, maka sebaiknya Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) juga dapat merespon dan mendalami tentang pengakuan hutang Pilkada Anies Baswedan.
Lembaga anti rasuah ini bisa menganalisa berbagai persoalan di DKI Jakarta. Hal ini penting karena boleh jadi ada kaitannya dengan klausul hutang Anies lunas karena menang Pilkada.
Atas hal tersebut, maka menjadi penting bagi KPK untuk juga dapat segera bersikap atas masalah ini. Slogan KPK, “BERANI JUJUR HEBAT,” bisa dijadikan dasar untuk meminta penjelasan tentang masalah ini dari Eks Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan.
Dalam hal pengakuan hutang Pilkada Anies Baswedan masih dianggap belum lunas, atau baru dianggap lunas pada beberapa hari ini, maka KPK bisa menyorot dari Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Tentang LHKPN Anies, dan berdasarkan data dari berbagai sumber, diketahui total harta kekayaan Anies Baswedan pada 31 Desember 2021 yang laporannya disampaikan pada 31 Maret 2022 adalah berkisar Rp. 18,56 miliar.
Dari jumlah tersebut diketahui Anies hanya memiliki utang sebesar Rp 7.60 miliar, sehingga total kekayaan Anies menjadi senilai Rp. 10.95 miliar.
Jadi bila hutang pilkada Anies dianggap belum lunas atau dianggap baru lunas pada beberapa hari ini, maka mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dapat diduga tidak jujur dalam membuat LHKPN.
Artinya, bila hutang Anies Rp 92 miliar dianggap belum lunas atau baru dianggap lunas saat ini, maka laporan hutang Anies pada LHKPN adalah bukan 7,60 miliar melainkan lebih dari itu. (Angka laporan harta Anies Baswedan yang akurat dapat di lihat pada LHKPN di LHKPN-KPK).
Pada persoalan LHKPN Anies Baswedan tersebut dapat diduga ada persoalan “KREDIBILITAS” pemimpin jujur yang juga menjadi bagian dari perhatian KPK.
Jadi intinya, peryataan pengakuan hutang Pilkada Anies Baswedan ketika menjawab pertanyaan Merry Riana soal hutang 50 miliar yang tayang di channel Youtube Merry Riana, Jumat (10-2-23) adalah blunder. Terlebih, Anies Baswedan juga mengakui menandatangani surat pernyataan hutang.
Dengan demikian, peryataan pengakuan hutan Anies Baswedan tersebut selain memunculkan dugaan pidana pilkada dan duggan pembohongan publik juga dapat merembet pada hal lain yaitu dugaan ada Pamrih dan KKN, khususnya dugaan korupsinya.
Sejatinya pengakuan hutang Pilkada 2017 Anies Baswedan adalah masalah besar. Tentang anggapan mindset baru juga keliru. Bila tidak diluruskan maka seolah-olah dapat dianggap wajar dan benar. Padahal malah sebaliknya, merupakan tindakan fatal.
Bila merujuk aturan Pilkada, masalah hutang Pilkada Anies Baswedan ini adalah kesalahan yang yang dapat berujung menjadi bumerang. Selain itu bisa menjadi preseden. Untuk itu, pemerintah sebaiknya dapat cepat merespon permasalahan ini.
Betapa pun kusutnya masalah hutang Pilkada Anies Baswedan tetap harus diurai. Alasannya karena Pilkada harus dijalankan sesuai peraturan Perundang-Undangan. Selain itu, tujuan diselenggarakannya Pilkada adalah untuk mencari pemimpin yang jujur dan cakap.
Untuk itu, agar permasalahan ini tidak menjadi preseden, maka sebaiknya pemerintah dapat segera merespon masalah ini. Menjadi aneh bin ajaib bila masalah besar ini tidak mendapat respon serius dari pemerintah.
Dalam hal ini adalah respon dari lembaga-lembaga negara terkait. Selain respon dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Pusat, respon cepat juga dapat dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.
The End.